Cerita Tentang Penulisan Konten Lokal, dan Kisah Dibalik Layar Para Penulisnya

Hari menjelang deadline

Menemukan anak-anak muda yang tertarik dengan tradisi dan budaya menurutku bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan berkenan untuk menulis dan mengabadikannya. Tapi, pada akhirnya aku menemukan mereka yang sedang menentukan arah untuk mengambil keputusan tetap menjadi penulis atau lebih baik mundur saja. 

Tulisan ini hanyalah cerita di balik layar penulisan tradisi dan budaya, serta semangat mereka untuk menyelesaikan naskah hingga di titik terakhir. Bagaimana sebuah perjuangan untuk tetap memilih menulis jadi hal yang menyenangkan. 


Setidaknya suatu hari nanti, tulisan ini bisa menjadi kenangan bahwa mereka dulu pernah berjuang mengabadikan tokoh-tokoh leluhur sebuah wilayah di Kota Blitar, menuliskannya meski penuh catatan merah karena terlalu banyak yang harus direvisi, meluangkan waktu demi menyelesaikan naskah, hingga belajar untuk mengakrabi orang-orang meski sebenarnya mereka tahu bahwa jiwa introvert tumbuh di dalam dirinya.  

Cerita Pertama Tentang Orang-orang Baik yang Membantu Naskah Selesai

Penulisan naskah lokalitas memang awalnya hanya untuk mengikuti sebuah lomba menulis kearifan lokal yang diadakan selama kurang lebih 3 bulan. Aku hanya mengajak mereka untuk ikut dan mencoba hal baru. Aku mengajak beberapa orang dengan menyakinkan bahwa aku akan berusaha membantu, entah apapun itu. 

Sebelum memutuskan siapa yang bakal kuajak, aku sempat menganalisis mereka semua, mulai dari siapa yang bakal bertahan sampai akhir hingga kemungkinan terburuk tak ada yang selesai. Tapi jauh-jauh hari aku sudah diingatkan, bahwa aku tidak boleh terlalu berharap lebih, hanya harus terus mendukung semampunya saja. 

Dan Alhamdulillah, bahagia banget ketika orang-orang yang diprediksi bakal bertahan dan menyelesaikan hingga akhir ternyata memang telah terbukti. Bahkan mereka yang awalnya takut bertemu orang baru, kualitas yang kupikir jauh dari bayangan, tapi ternyata mereka memiliki niat dan tekad yang kuat untuk memberanikan diri menyelesaikan naskah hingga akhir.

"Bahkan Mas ... sudah memesan jauh-jauh hari bakal membeli naskahnya jika sudah jadi, mbak,"

"Mereka welcome banget ketika kita tanya tentang leluhurnya di masa lalu, seolah ingin mengabadikan tapi tak ada waktu dan kesempatan. Jadi mereka bisanya ya bercerita saja,"

Ah, mendengar mereka disambut dengan orang-orang, membuatku teramat senang. Ini seperti kisahku dulu ketika menulis naskah Nini Among  Kaki Among yang awalnya takut bertemu orang baru, bahkan pikiran-pikiran buruk sudah memenuhi isi kepala, tapi ternyata tak sesuai yang dibayangkan, orang baru tersebut ramah dan welcome banget dengan ku saat itu. 

Cerita Kedua Tentang Melawan Rasa Takut dan Pikiran Buruk Menemui Orang


Mereka seperti jelmaan aku yang dulu, takut bertemu orang baru, introvert, dan mencoba meminimalisasi menemui orang-orang baru. Tapi, karena memiliki rasa tanggung jawab, mereka mencoba memberanikan diri. 

Awalnya memang terlihat ada ketakutan yang terpancar, tapi lambat laun mereka menikmatinya bahkan bersemangat dan bertanggung jawab atas selesainya naskah tersebut. Meskipun sempat ragu karena masih banyak data yang belum masuk, tapi aku mencoba mengingatkan bahwa penulisan saja tentang lokalitas sebenarnya memang butuh bertahun-tahun, bukan hanya hitungan bulan atau minggu saja. 


Tapi, setidaknya aku bahagia masih menemukan orang yang mau diajak berusaha dan memiliki semangat untuk menulis serta berkarya. Aku membayangkan dulu saat tak memiliki teman sesama penulis di kota ini, hanya aku yang sendirian. 

Tapi kini, ah rasanya ingin terus bersyukur dan mengucapkan terimakasih kepada mereka yang masih berkenan untuk diajak berkarya bersama. 

Cerita Ketiga Tentang Petunjuk, dan Proses Penulisan 

Proses penulisan naskah tentang lokalitas bukanlah jalan yang mudah: mulai dari menghadapi diri sendiri, teman yang kurang memiliki komitmen sejak dini, hingga kisah mistis yang sempat mereka alami saat penulisan naskah tersebut. 

Namun, mereka juga mengatakan bahwa meskipun ada rintangan yang harus dihadapi, tapi ada energi yang menuntun mereka untuk menyelesaikan naskah dengan baik. Bahkan petunjuk, baik narasumber, maupun ide itu berdatangan dengan sendirinya. 

"Suatu hari kita berniat wawancara Mbah ... tapi, tiba-tiba ada seseorang yang datang ke rumah Mbah itu dan ternyata dia juga lebih banyak tahu tentang Dusun Santren dan tokoh leluhur di masa lalu,"

"Kita seolah dituntun untuk mendapatkan berbagai data yang dibutuhkan, demi menyelesaikan naskah ini, Mbak,"

Kata mereka menceritakan tentang petunjuk yang seolah membuat mereka dipermudah untuk menyelesaikan naskah. Rasanya aku juga ingin berterimakasih kepada orang-orang baik yang membantu mereka dalam menyelesaikan naskah ini. 

Aku percaya bahwa energi baik sedang menuntun mereka saat itu untuk memperoleh data dengan mudah, aku percaya sebuah wilayah tentu memiliki tokoh leluhur yang berharap dirinya bisa dikenang oleh masyarakat setempat. Meskipun kenyataannya, mereka juga mengatakan tokoh leluhur yang mbabat desa hampir terlupakan di ingatan orang-orang. 

Terimakasih lagi buat kalian yang telah membantu mengabadikan hal yang nyaris hilang dari ingatan, terimakasih atas segala niat baik untuk menyelesaikan. 

Cerita Keempat Tentang Hal Mistis Saat Proses Penulisan dan Pencarian Data

Hal Mistis juga ternyata sempat mendatangi mereka saat proses pencarian data dan penulisan. Mereka juga mendatangi makam dan petilasan leluhur untuk menguatkan dan melengkapi data yang sudah ada. 

Lalu apa saja hal mistis itu? Mereka bercerita bahwa suatu hari saat sore hari menjelang Maghrib mereka sedang wawancara Mbah ... Tiba-tiba hujan deras dan angin kencang, kalau tidak salah akhir Bulan Mei. Saat itu kalau tak salah ingat mereka dan Mbah ... sedang bercerita tentang pusaka, kisah leluhur di masa lalu, dan hal ghaib lainnya. Sontak entah kenapa katanya tiba-tiba bulu kuduk merinding, seolah ada yang hadir dan ikut mendengarkan. 

"Saat proses penulisan di rumah, pas bagian nulis pusaka dan hal mistis, aku pun juga merasa kayak ada sesuatu yang membuatku merinding,"

"Lah, aku juga, loh. Kayak emang kita harus nyelesein naskah ini,"

Aku percaya? Percaya karena mereka punya niat baik untuk mengabadikan kisah tokoh leluhur demi kemakmuran masyarakat terutama dusun tersebut agar perjuangan para tokoh leluhur di masa lalu tersimpan dalam ingatan orang-orang. 


Pada akhirnya, akhir dari perjalanan penulisan naskah. Mereka memutuskan meminta izin kepada tokoh leluhur dengan berziarah di makamnya, tepat sekitar empat hari sebelum Deadline. 

Cerita Kelima Tentang Akhir dari Proses Penyusunan Buku


Bercerita tentang akhir dari proses penulisan, tentu tak lengkap jika rasanya tak menceritakan bagian akhir dan rintangan yang mereka hadapi.

Pada Bulan Mei kemarin, mereka sebenarnya sedang menghadapi masa skripsi di bab awal dan tuntutan deadline yang sama di akhir bulan. Mereka pernah ingin menyerah? Tentu ada, tapi yang kusalut dari mereka adalah berusaha menyelesaikan yang sudah dimulai. Kalau aku hanyalah tim hore yang menyediakan tempat untuk mereka tempati. 

Mereka menginap di rumahku dua kali, pertama untuk menyelesaikan naskah, saat itu 4 hari menjelang deadline. Dan saat itu mereka juga sempet berpamitan untuk menyelesaikan skripsi dulu setelah menginap dari sini. Meskipun pada akhirnya mereka tetap memantau naskah hingga akhir usai.

Menginap kedua adalah hari menjelang deadline. Mereka memang kuminta untuk datang, karena bagaimanapun juga naskah harus finishing hingga akhir baru kirim di email. Mereka pun berkenan datang, meskipun usai bimbingan skripsi. Menginap tentu saja. 


Hari itu benar-benar membuat pikiran kami ngeblank, dan aku yang saat itu masih dapat jatah kerja malam ikut membantu sebisanya di tengah-tengah istirahat, meskipun sebenarnya tak seberapa karena keseluruhan memang mereka yang menyelesaikan. 

Detik-detik menegangkan pun dimulai ketika pukul setengah 12 malam menjelang deadline. Ketika naskah mulai dipindah, dan ternyataaa ... halaman berantakan, daftar isi belum kelar dan malah susah diatur, serta banyak drama yang membuat gugup dan tegang semakin menyatu. 

Padahal sebelumnya paragraf sudah tertata rapi tapi seketika berubah di detik-detik terakhir membuat kami semakin frustasi. Masya Allah. Akhirnya, karena waktu semakin menipis kami memutuskan mengirimkan naskah dengan versi terbaik yang menurut kami sudah sesuai prosedur. Kenapa aku yang mengirim? Ya karena memang mereka sudah gugup dan tegang, takutnya malah nggak keburu deadline. Akhirnya naskah terkirim sekitar pukul 23.51 WIB. 

Entah hasilnya nanti seperti apa, saat itu kami sudah pasrah, yang terpenting sudah berusaha semaksimal mungkin. Dan tiba-tiba keesokan harinya, ya sekitar jam 3 dini hari ada kabar baik yang membuat kami harus banyak bersyukur, ada balasan email untuk format naskah yang harus dikumpulkan. Ahh, ada kesempatan untuk memperbaiki yang berantakan. Terimakasih kepada panitia yang berbaik hati. ❤️🙏

Dan begitulah cerita dibalik layar proses penulisan konten lokal dan segala drama, perjuangan serta keruwetannya. Aku secara pribadi sangat berterimakasih kepada mereka yang masih mau diajak berkarya bersama, mau diajak menulis konten lokalitas, dan menyelesaikan naskah hingga di titik terakhir meskipun punya kesibukan menulis skripsi. Semoga proses yang panjang ini bisa jadi pengalaman berharga buat nanti ke depannya. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk tetap berkarya. ***


Hangudi, 13 Juni 2022


Post a Comment