MENEMUKAN KESUCIAN
MAKNA BHINNEKA TUNGGAL IKA DI BUMI TULUNGAGUNG
Judul :
Melacak Jejak Spiritualitas: Bhinneka Tunggal Ika dan Visi Penyatuan Nusantara
Penulis :
Dr. Maftukhin, M.Ag dkk
Penerbit :
IAIN Tulungagung Press
Cetakan :
Pertama, Juni 2017
Tebal :
VIII+166 halaman
ISBN :
978-602-61824-1-8
Setiap kota selalu
memiliki sejarah dan filosofi masa lalu,
termasuk pula Tulungagung yang pernah memiliki Ratu Majapahit dan didharmakan di Boyolangu. Sosok Ratu Sri
Gayatri Rajapatni dipercaya sebagai arsitek ide Bhineka Tunggal Ika yang menjadi dasar bagi kebangssaan Indonesia.
Membaca buku ini seperti membuka rahasa-rahasia tersembunyi, lembar-lembar fakta yang sengaja ditutupi oleh orang-orang yang berkuasa di jaman dahulu serta menyingkap sebab akibat bagaimana sebuah kisah di masa lalu memberikan efek yang luar biasa hingga saat ini.
Baca Juga: Resensi Novel 'Si Konsultan Cinta dan Anjing yang Bahagia'
Sejarah adalah pondasi dari sebuah
negara, pondasi dari karakter sebuah bangsa yang harus memiliki nilai dan sisi moral bagaimana harus menyikapi
peninggalan leluhur. Termasuk juga
mengetahui bagaimana asal-usul dari makna
narasi Bhineka Tunggal ika.
Narasi Bhinneka
Tunggal Ika ditemukan dalam Kakawin Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular
pada puncak kekuasaan Majapahit. Sutasoma sendiri adalah putra mahkota kerajaan
Hastina. Dalam kakawin tersebut terdapat inti dari Bhineka Tunggal Ika yang berisi tentang ajaran-ajaran Sutasoma
tentang kesempurnaan kepada murid-muridnya. (Hal 7) Mengajarkan keadaan hening sempurna yang melintas batas
hidup dan mati, sehingga orang mampu melihat asal dan tujuan akhir manusia
(Acintya bhawana).
Baca Juga: Cerpen 'Filosofi Apem'
Namun sebenarnya jejak Narasi Bhineka Tunggal Ika dapat dikaji dalam sejarah lama, dimana Sri Gayatri Rajapatni adalah bungsu dari Krtanagara. Sejak kecil mencintai ilmu hakikat dan ketatanegaraan, dan menjadi putri terpilih yang mendapatkan sosialisasi dan transformasi pengetahuan langsung dari ayahnya.
Gayatri Rajapatni adalah perempuan di balik kegemilangan
Majapahit, dia yang mampu merawat dan menyemaikan ajaran suci dari generasi ke
generasi hingga berhasil menancapkan dengan kokoh visi penyatuan Nusantara dan
doktrin ke-bhineka-an menjadi sifat dasar kerajaan yang dipimpin oleh anak
cucunya. (Hal 111)
Buku ini juga menjelaskan bahwa Rajapatni dalam hubungannya dengan
doktrin Bhineka Tunggal Ika masih memerlukan banyak bukti untuk memperkuat
sejarah yang telah beredar di kalangan masyarakat. Sehingga saat ini Kakawin
Sutasoma mendapatkan porsi tempat lebih banyak dalam penemuan narasi Bhineka
Tunggal Ika dan ajaran Sutasoma yang masih dianggap telah menemukan doktrin
tersebut.
Embrio Narasi Bhineka Tunggal Ika sebenarnya sudah ditemukan sejak Mataram kuno atau zaman periode Erlangga, Singosari hingga Majapahit. Bahkan sebelum Mpu Tantular menuliskan Kakawin Sutasoma pada puncak kejayaan Majapahit. Dalam hal ini jejak spiritualitas juga berkaitan dengan kesucian makna Bhineka Tunggal Ika pada penghormatan terhadap Shiwa dan Buddha, sebab rakyat tidak ada paksaan untuk menyembah.
Baca Juga: Resensi Buku 'Susu Bikini' Karya Encep Abdullah
Sehingga pada masa peralihan Singosari ke
Majapahit hanya Gayatri yang mampu merawat gagasan besar visi penyatuan
Nusantara oleh Wisnuwardhana dan Krtanagara dan menjadi pondasi kokoh
terbentuknya Nusantara yang masih bisa diwarisi hingga saat ini. (Hal 151)
Sedangkan Tulungagung sendiri memiliki nilai-nilai sejarah dan situs
penting dimana terdapat tugu batas ghaib-tugu yang menandai penyatuan Jawa dan
Nusantara, situs itu ialah Candi Gayatri di Boyolangu Tulungagung.
***
Posting Komentar