CARA SEDERHANA PEDULI BAHASA INDONESIA
Judul :
Susu Bikini
Penulis :
Encep Abdullah
Penerbit :
#Komentar
Tebal :
xii + 139 halaman
Cetakan :
Pertama, Juli 2019
ISBN :
978-623-91021-6-6
Berbicara tentang Timur Tengah tentu tak lepas dari
merebaknya ideologi islam yang berdatangan. Budaya islam Indonesia dan Timur
Tengah itu berbeda, tapi seolah tak lagi dipedulikan. Agama menjadi komoditas
menarik untuk diadu domba bagi golongan tertentu yang ingin memecah belah
kesatuan sebuah bangsa. Doktrin agama yang bisa menjadikan seseorang fanatik
adalah awal mula tak ada lagi toleransi terhadap perbedaan.
Kegelisahan itulah yang dirasakan penulis ketika
mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, siswa-siswa baru memperkenalkan diri
di depan kelas, namun sebagian besar siswa mengganti aku atau saya dengan ane.
Saat ditanya siapa dan kenapa, mereka hanya diam dan mengatakan tidak boleh
menggunakan kata aku atau saya, harus diganti dengan ane.
Baca Juga: Resensi Buku Kita Susah Tidur Sejak Dilahirkan
Terkadang melatih kebiasaan siswa yang notabene hidup di dalam lingkungan pesantren memang diperlukan, terlebih jika sengaja dilakukan agar terbiasa. Tetapi ketika ada kata dilarang dan haram karena tidak mengenal toleransi, justru hal itu yang harus diluruskan. Penulis akhirnya tahu ternyata kakak kelas yang penyebab ketakutan sendiri bagi siswa-siswa baru.
Jangan sesatkan adik-adik kalian dengan istilah semacam itu. Penggunaan kata ane tidak jadi ukuran kalian masuk surga. Yang dilihat oleh Allah adalah kesalehan dan ketakwaan kalian. (Hal 3-Cerita tentang Ane)
Cara paling sederhana peduli dengan negeri sendiri adalah memelihara bahasa. Ditengah kemajuan zaman saat ini memang sulit ditemukan orang-orang yang benar peduli, mungkin hanya orang-orang yang punya basic sarjana Bahasa Indonesia atau memiliki minat di dunia literasi saja.
Di zaman
milenial ini tua muda sama saja, seolah lupa merawat dan melestarikan
nilai-nilai bahasa. Keresahan penulis juga tertuang saat menontong breaking
news di televisi. Mempertanyakan kenapa orang-orang tak mencintai negeri
sendiri dengan memakai bahasa yang sudah memiliki padanan kata dari Inggris ke
Indonesia. Contohnya selfie bisa diganti swafoto dan lain-lain
Baca Juga: Resensi Novel Madre
Artinya, budaya kita memang masih senang menginggris daripada mengindonesia meskipun barangkali mereka tahu padanan kata dalam bahasa indonesianya. (Hal 72-Breaking News)
Buku setebal 138 halaman ini berisi 19 esai yang
pernah dimuat di media massa. Esai bahasa yang ditulis tak berniat menggurui
bahkan terkesan mengajak pembaca untuk
ikut serta merawat bahasa dan apa yang dimiliki negeri ini, sebagai wujud
kesatuan bangsa Indonesia. Esai dikenas dengan cerita yang terinspirasi dari
lingkungan sekitar dan berita-berita terkini, pembaca jadi menyadari
keterkaitannya dengan aturan Bahasa Indonesia yang baik dan benar tanpa dipaksa
untuk mempelajarinya secara langsung.
Bahasa Indonesia adalah bahasa kesatuan, tapi di
beberapa tempat Bahasa Indonesia dipandang sakral dan masih sulit diterima oleh
orang-orang di daerah yang lebih nyaman menggunakan bahasa daerahnya
masing-masing. Kegelisahan penulis dapat dibaca pada esai berjudul Sekolah,
Bahasa Ibu dan Bahasa Indonesia.
Di sekolah, para siswa lebih nyaman menggunakan bahasa daerah meski di lingkup kegiatan belajar mengajar. Bahasa Indonesia seolah menjadi bahasa yang enggan diucapkan, sindiran dan ejekan akan beruntun diucapkan ketika salah satu teman menggunakan Bahasa Indonesia ketika berbicara.
Baca Juga: Cerpen yang Pernah DImuat di Republika
Lain di sekolah, lain pula di rumah. Istri penulis melarang
mengajarkan anak menggunakan bahasa daerah, terlebih lagi bahasa daerah
memiliki tingkatan antara halus, agak kasar dan kasar. Kekhawatiran istrinya
memang hal wajar, tapi saat ini bahasa daerah nyaris punah, tidak setiap tempat
ada dan dilestarikan. Mengingat anak-anak zaman sekarang kurang mengenal bahasa
daerah dan tak memahami arti sopan santun
terhadap orang-orang yang lebih tua. Disinilah polemik di kalangan pecinta
bahasa yang masih menjadi tanda tanya.
Di akhir kata, buku ini sekiranya pantas untuk
dijadikan bacaan ringan mengenal kesantunan bahasa. Cara paling sederhana
peduli Indonesia agar tidak beku, kaku dan fanatik terhadap apapun adalah
menerapkan pesan penulis yaitu, "Bahasa daerah itu penting, bahasa
indonesia itu wajib, bahasa asing itu butuh. (Hal 61)
***
Posting Komentar