Cerpen ini terinspirasi dari 1000 hari meninggalnya Mbah Putri yang saat itu banyak orang yang rewang, alias bantu-bantu masak untuk menyiapkan berbagai makanan dan jajan. Aku bagian membuat apem yang membantu Bude, dan baru tahu ternyata apem memiliki filosofi agar dimaafkan atau diampuni segala dosa.
Apem berasal dari kata bahasa arab 'Afwan' yang bermakna maaf, namun karena konon lidah orang jawa yang sulit mengucap huruf F akhirnya jadi berbunyi apem. Apem sendiri adalah jajanan yang berasal dari tepung, tape, dan berbagai campuran lainnya yang diolah sedemikian rupa agar bisa dicetak dan dimakan.
Selanjutnya bisa cuss baca aja, :-D
Cerpen Berjudul Filosofi Apem Pernah Dimuat di Banjarmasin Post
FILOSOFI APEM*
Aku
masih menyimpan selendang putih berenda milik simbah, dan kuletakkan di antara
tumpukan baju-baju yang paling atas di dalam lemari kayu. Telaga air mataku
rasanya sudah mengering semenjak meninggalnya simbah tujuh hari yang lalu,
mungkin saja memang aku tak diperbolehkan untuk menangisi simbah terus-menerus.
“Nduk,
bantuin bikin apem gih. Kasihan budemu, mau pulang buat sholat, tapi nggak
ada yang gantiin,” panggil ibu dari luar kamar.
Sebenarnya aku masih ingin berdiam di
dalam kamar, sampai besok pagi selametan tujuh hari meninggalnya simbah ini
selesai. Tapi, aku tak boleh larut dalam kesedihan dan untungnya saja ibu
sedikit mengerti kalau aku tak banyak membantu menyiapkan selametan kali ini,
karena aku yang semenjak kecil dekat dengan simbah sedang merasakan sakitnya
kehilangan seseorang yang sangat disayangi.
Dengan langkah gontai, aku keluar kamar
menuju dapur yang ternyata sudah banyak tetangga membantu memasak atau
istilahnya rewang. Aku menghampiri
Bude Amik yang berada di depan kompor paling ujung, dia sedang menuangkan
adonan berwarna putih ke dalam sebuah cetakan panas di atas kompor. Cetakan itu berisi lima lubang, dan setiap
lubangnya seukuran alas cangkir.
Baca Juga: Neton Tak Cocok, Tapi Nekat Menikah, Loh!
“Sini bude, Ina gantiin,” kataku sambil
berjongkok di samping Bude Amik, memerhatikan cara buat kue itu dengan saksama.
“Eh? Ina. Beneran nih? Kalau iya, lihat
dulu caranya ya biar nanti nggak banyak yang keliru,” jawab Bude Amik penuh
perhatian, dan aku hanya mengangguk saja.
Adonan itu berwana putih, dan kulihat
masih tersisa separo dari wadahnya. Entah dari campuran apa saja adonan itu,
aku kurang begitu mengerti, tapi yang jelas ada tepung beras dan tape
singkongnya.
“Kenapa bikin apem banyak sekali, bude?”
tanyaku penasaran, karena masih tersisa separo padahal jelas-jelas sudah dari
pagi membuatnya tapi belum selesai-selesai juga.
“Semakin banyak membuat apem, semakin
banyak peluang dosa simbah dimaafkan,” jawab Bude Amik mengerling seraya sambil
tersenyum kecil.
Aku hanya melongo, apa maksudnya dosa
simbah dengan apem. Aku hanya bisa terdiam, saling menghubungkan diantara
keduanya, namun nyatanya nihil, aku
masih belum mengerti.
Aku ingin bertanya lagi pada Bude Amik,
sebelum itu mataku tertuju pada kue yang berada di dalam cetakan sudah setengah
matang, lalu Bude Amik membuka tutupnya dan meletakkan irisan daun pandan di
atas setiap lubang, dan menutupnya kembali.
“Gampang kan? Kalau sudah ngerti, Bude
mau sholat dulu ya,” ucap Bude Amik seraya beranjak berdiri, namun sebelum itu
aku sudah mencekal lengannya dan menahannya untuk pergi dan kembali duduk di
kursi kecil setinggi 15 cm.
“Apa hubungannya Apem sama dosa simbah,
bude?” tanyaku dengan tampang sepolos mungkin, karena memang aku sangat
penasaran.
“Haha, kirain kamu belum paham buat
apem dan mau tanya apa gitu, ternyata ...,” Bude Amik cekikian, sambil mengusap
tangannya yang terkena adonan itu dengan celemeknya. “orang jawa masa dulu itu
sulit mengatakan huruf ‘f’, jadi apem itu asal mulanya dari afwan karena
orang-orang jawa yang lidahnya sulit mengucapkan bahasa arab jadinya malah
apem.”
Aku mengangguk-angguk mengerti, “lalu
hubungannya?” seruku penasaran.
“Ya, asal mula apem kan dari afwan yang
artinya maaf, jadi diyakini jaman dulu itu kalau untuk selametan orang
meninggal wajib ada kue apem biar dosa-dosa yang meninggal itu dimaafkan.”
Papar Bude Amik, namun tiba-tiba bau gosong tercium semerbak. Ternyata kue yang
dijaga sedari tadi malah gosong sangking keenakan kami berdua ngobrol, jadi
kurang menggubris kue itu.
Aku hanya tertawa cekikikan memandangi Bude Amik yang kelabakan karena kuenya yang dijaga itu malah gosong. “setelah ini bude tinggal sholat dulu,” ucap Bude Amik sambil menggerutu tak jelas dan meninggalkanku dengan sedikit rasa kesal.
Baca Juga: Resensi Madre karya Dee
Aku melanjutkan membuat kue apem ini
dengan penuh semangat, ingin kubuat sebanyak mungkin agar dosa-dosa simbah
segera dimaafkan. Sehari sebelum simbah meninggal, sudah kurencanakan bulan
puasa seminggu lagi, aku akan mengajak simbah sholat tarawih di masjid, namun
sayang simbah terlebih dulu pulang ke rahmatullah.
“Simbah, aku kangen. Semoga dengan apem
ini, dosa simbah di dunia bisa di maafkan,” bisikku lirih meniupkan ke beberapa
apem yang sudah jadi, supaya doaku bisa terhirup dan mengendapkan di
dalamnya.Ya, semoga saja.
***
*Apem: adalah kue
yang terbuat dari tepung beras, dan di jawa timur jajanan ini wajib ada ketika
acara mendoakan orang yang meninggal.
*Pernah dimuat di surat kabar
"Banjarmasin Post"
Posting Komentar