Cerpen 'Filosofi Apem' Pernah Dimuat di Banjarmasin Post Tahun 2015


Cerpen ini terinspirasi dari 1000 hari meninggalnya Mbah Putri yang saat itu banyak orang yang rewang, alias bantu-bantu masak untuk menyiapkan berbagai makanan dan jajan. Aku bagian membuat apem yang membantu Bude, dan baru tahu ternyata apem memiliki filosofi agar dimaafkan atau diampuni segala dosa. 

Apem berasal dari kata bahasa arab 'Afwan' yang bermakna maaf, namun karena konon lidah orang jawa yang sulit mengucap huruf F akhirnya jadi berbunyi apem. Apem sendiri adalah jajanan yang berasal dari tepung, tape, dan berbagai campuran lainnya yang diolah sedemikian rupa agar bisa dicetak dan dimakan. 

Selanjutnya bisa cuss baca aja, :-D

Cerpen Berjudul Filosofi Apem Pernah Dimuat di Banjarmasin Post



FILOSOFI APEM* 

      Aku masih menyimpan selendang putih berenda milik simbah, dan kuletakkan di antara tumpukan baju-baju yang paling atas di dalam lemari kayu. Telaga air mataku rasanya sudah mengering semenjak meninggalnya simbah tujuh hari yang lalu, mungkin saja memang aku tak diperbolehkan untuk menangisi simbah terus-menerus.

      Nduk, bantuin bikin apem gih. Kasihan budemu, mau pulang buat sholat, tapi nggak ada yang gantiin,” panggil ibu dari luar kamar.

Sebenarnya aku masih ingin berdiam di dalam kamar, sampai besok pagi selametan tujuh hari meninggalnya simbah ini selesai. Tapi, aku tak boleh larut dalam kesedihan dan untungnya saja ibu sedikit mengerti kalau aku tak banyak membantu menyiapkan selametan kali ini, karena aku yang semenjak kecil dekat dengan simbah sedang merasakan sakitnya kehilangan seseorang yang sangat disayangi.

      Dengan langkah gontai, aku keluar kamar menuju dapur yang ternyata sudah banyak tetangga membantu memasak atau istilahnya rewang. Aku menghampiri Bude Amik yang berada di depan kompor paling ujung, dia sedang menuangkan adonan berwarna putih ke dalam sebuah cetakan panas di atas kompor.  Cetakan itu berisi lima lubang, dan setiap lubangnya seukuran alas cangkir.

Baca Juga: Neton Tak Cocok, Tapi Nekat Menikah, Loh!

      “Sini bude, Ina gantiin,” kataku sambil berjongkok di samping Bude Amik, memerhatikan cara buat kue itu dengan saksama.

      “Eh? Ina. Beneran nih? Kalau iya, lihat dulu caranya ya biar nanti nggak banyak yang keliru,” jawab Bude Amik penuh perhatian, dan aku hanya mengangguk saja.

      Adonan itu berwana putih, dan kulihat masih tersisa separo dari wadahnya. Entah dari campuran apa saja adonan itu, aku kurang begitu mengerti, tapi yang jelas ada tepung beras dan tape singkongnya.

      “Kenapa bikin apem banyak sekali, bude?” tanyaku penasaran, karena masih tersisa separo padahal jelas-jelas sudah dari pagi membuatnya tapi belum selesai-selesai juga.

      “Semakin banyak membuat apem, semakin banyak peluang dosa simbah dimaafkan,” jawab Bude Amik mengerling seraya sambil tersenyum kecil.

      Aku hanya melongo, apa maksudnya dosa simbah dengan apem. Aku hanya bisa terdiam, saling menghubungkan diantara keduanya, namun nyatanya nihil, aku masih belum mengerti.

Aku ingin bertanya lagi pada Bude Amik, sebelum itu mataku tertuju pada kue yang berada di dalam cetakan sudah setengah matang, lalu Bude Amik membuka tutupnya dan meletakkan irisan daun pandan di atas setiap lubang, dan menutupnya kembali.

“Gampang kan? Kalau sudah ngerti, Bude mau sholat dulu ya,” ucap Bude Amik seraya beranjak berdiri, namun sebelum itu aku sudah mencekal lengannya dan menahannya untuk pergi dan kembali duduk di kursi kecil setinggi 15 cm.

“Apa hubungannya Apem sama dosa simbah, bude?” tanyaku dengan tampang sepolos mungkin, karena memang aku sangat penasaran.

“Haha, kirain kamu belum paham buat apem dan mau tanya apa gitu, ternyata ...,” Bude Amik cekikian, sambil mengusap tangannya yang terkena adonan itu dengan celemeknya. “orang jawa masa dulu itu sulit mengatakan huruf ‘f’, jadi apem itu asal mulanya dari afwan karena orang-orang jawa yang lidahnya sulit mengucapkan bahasa arab jadinya malah apem.”

Aku mengangguk-angguk mengerti, “lalu hubungannya?” seruku penasaran.

“Ya, asal mula apem kan dari afwan yang artinya maaf, jadi diyakini jaman dulu itu kalau untuk selametan orang meninggal wajib ada kue apem biar dosa-dosa yang meninggal itu dimaafkan.” Papar Bude Amik, namun tiba-tiba bau gosong tercium semerbak. Ternyata kue yang dijaga sedari tadi malah gosong sangking keenakan kami berdua ngobrol, jadi kurang menggubris kue itu.

Aku hanya tertawa cekikikan memandangi Bude Amik yang kelabakan karena kuenya yang dijaga itu malah gosong.  “setelah ini bude tinggal sholat dulu,” ucap Bude Amik sambil menggerutu tak jelas dan meninggalkanku dengan sedikit rasa kesal.

Baca Juga: Resensi Madre karya Dee

Aku melanjutkan membuat kue apem ini dengan penuh semangat, ingin kubuat sebanyak mungkin agar dosa-dosa simbah segera dimaafkan. Sehari sebelum simbah meninggal, sudah kurencanakan bulan puasa seminggu lagi, aku akan mengajak simbah sholat tarawih di masjid, namun sayang simbah terlebih dulu pulang ke rahmatullah.

“Simbah, aku kangen. Semoga dengan apem ini, dosa simbah di dunia bisa di maafkan,” bisikku lirih meniupkan ke beberapa apem yang sudah jadi, supaya doaku bisa terhirup dan mengendapkan di dalamnya.Ya, semoga saja.

***

*Apem: adalah kue yang terbuat dari tepung beras, dan di jawa timur jajanan ini wajib ada ketika acara mendoakan orang yang meninggal.

*Pernah dimuat di surat kabar "Banjarmasin Post"

Post a Comment