Keluhan, Kesan, dan Hal-hal Lain dari Balik Layar Pentas Puisi 11 Juni 2022

Tulisan ini hanya sekadar pengingat untuk masa depan, bahwa di tanggal 11 Juni 2022 pernah membuat kenangan dengan puisi-puisi. Saat itu puisi dibacakan dalam sebuah pentas peringatan Bulan Bung Karno dengan tema Pengasingan. 

Sebenarnya hari-hari menjelang pentas, aku sempat lupa bahwa ada jadwal mendapat jatah giliran tampil baca puisi di Amphitetater. Jadi, saat itu aku yang sudah lama tak membuat puisi, akhirnya hanya memiliki persiapan yang kurang matang. Tapi, setidaknya aku ikut memeriahkan dengan membaca puisi karya Bung Karno. 

Kenapa Nggak Bikin Puisi Sendiri untuk Dibacakan?


Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa mungkin efek sudah lama vakum di dunia sastra terutama puisi, jadi ada rasa kurang nyaman dalam membuat puisi. Terlebih lagi, membuat puisi bukanlah hanya sekadar menulis saja, seperti halnya artikel yang bisa sekali jadi, tapi butuh waktu yang cukup matang untuk merenungkan setiap kata yang tertulis. 

Ya, itu sebenarnya hanyalah suatu alasan, karena saat ini aku masih jadi penikmat dan pembaca puisi sebelum kembali menekuninya lagi, aku harus menyiapkan diri untuk menyambut kedatangannya suatu hari nanti. Agar kata-kata yang tertulis, menjadi diksi yang matang dan dewasa sebagaimana tempatnya. 

Pentas Puisi Tahun Ini, Apa yang Menurutmu Berbeda dari Tahun Sebelumnya?

Bagiku yang hanya penikmat dari tahun ke tahun, pentas puisi tahun ini memiliki penonton yang lumayan banyak daripada tahun sebelumnya. Mungkin karena kerinduan dengan kembalinya sebuah pentas--terutama sastra--jadi euforia penonton dan orang-orang yang hadir begitu terlihat. Kerinduan akan pementasan sastra yang sudah lama terpendam karena sempat dikubur dalam-dalam oleh pandemi Covid-19.

Pentas puisi yang sudah menjad agenda tahunan dalam peringatan Bulan Bung Karno memang menjadi hal sangat dinanti oleh para pegiat sastra, teater, terlebih lagi orang-orang yang menyukai dunia kepenulisan. Jika agenda  ini sudah menjadi hal yang  dilakukan tiap tahunnya, sangat disayangkan jika tak dimanfaatkan sebaik mungkin, terutama para panitia yang notabene pegiat literasi tak ikut serta memeriahkan dengan tampil membaca karyanya. 

Baca Juga:Nyari Pisang Goreng di Soekarno Coffe Fest

Ah, eman, tapi semoga mereka tersadar bahwa ajang pentas puisi ini sebenarnya hadir secara khusus dan diagendakan untuk mereka, khususnya panitia umumnya para pegiat sastra. Mereka diberi amanah untuk menampilkan karyanya dalam sebuah panggung sastra dengan fasilitas yang sudah jauh lebih baik dari tahun-tahun pertama sastra dikenal di kota ini. Bersyukurlah wahai kalian! :-)

Keluhan yang Mungkin Bisa Diperbaiki untuk Pentas Tahun Depan?

Ini hanyalah semacam keluhan penonton dan penikmat saja, tak usah dibaca terlalu cermat karena nyatanya kritik hanyalah sekadar numpang lewat, seperti biasanya. 

Pertama kali datang ke Amphiteater malam itu, aku melihat antusiasme orang-orang yang hadir cukuplah tinggi, tapi ternyata hal itu tak sebanding dengan fasilitas yang sekadarnya (dalam artian hanya sebagai formalitas) kepada penonton. Aku baru memahami ternyata ada permasalahan internal, seperti halnya anggaran yang tak sesuai dengan yang diharapkan. Tapi, aku cukup memberikan apresiasi untuk panitia yang siap sedia menanggung resiko, meskipun ada hal yang datang tak terduga, 

Selain itu, persiapan acara dari panitia juga terlihat kurang matang, mulai dari banner, panggung yang seadanya, terlihat genangan air di panggung yang menurutku terasa menganggu dibiarkan begitu saja, kurangnya kepekaan antar panitia, hingga tukang sound yang sempat ada miss komunikasi menurut penuturan dari salah satu panitia. 



Dan hal yang membuatku teringat adalah saat acara telah berlangsung, ada kesalahan teknis acara yang dibawakan oleh MC tak sesuai dengan rundwon yang sudah tertulis. Akbatnya ada peserta yang protes, karena sesuai rundown belum tampil, tapi sudah dipanggil untuk pentas. Ya, akhirnya peserta tersebut tidak mau dan menyarankan untuk mengikuti saja rundownnya, karena belum ada persiapan dan tak diberitahukan sebelumnya. 

Aku juga sempat kesal, karena juga menjadi bagian rundown yang mendadak diganti secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Sempat protes, tapi ternyata tak ada tanggapan dari pihak MC. Ah, ya sudahlah, ikut meramaikan saja. Mungkin memang persiapan memang belum benar-benar matang. 

Mungkin rundown memang tak dibagikan kepada seluruh peserta yang tampil, tapi jika memang ingin merubah daftar urutan tampil, sebaiknya dan harusnya diberitahukan dulu agar peserta dapat menyiapkan diri sebelum dipanggil, dan bukan semaunya yang membawakan acara. Yah, jadi pelajaran sama-sama aja, sih. 

Kesan Usai Pentas Puisi?

Dari segala hal, baik keluhan, kritik, saran, kesan, bahkan tanggapan dari pentas puisi 11 Juni, tulisan ini hanya sebagai pengingat dan selingan, bahwa tak ada kesempurnaan melainkan hanya Kuasa Tuhan yang Maha Esa. Termasuk aku yang menulis ini juga masih banyak deretan kesalahan yang hanya bisa berkomentar tanpa ikut membantu lebih banyak. 


Tapi, sejauh ini, aku menikmati segala bentuk pentas puisi 11 Juni 2022 sebagai upaya memeriahkan rasa senang dan bahagia, bahwa puisi masih tumbuh di kota ini. Bahwa sastra masih berkembang untuk tetap melanjutkan hidup dengan aman dan baik-baik saja. 

Terimakasih segenap panitia dan orang-orang baik yang masih mencintai puisi, dan sastra di kota ini. Semoga di tahun depan, pentas puisi semakin diperhatikan, dan lebih tertata karena orang-orang di kota ini mulai menaruh minat pada dunia literasi. Semoga hal-hal baik akan tetap tumbuh bersama dalam lingkungan kata-kata.***

Hangudi, 16 Juni 2022

Post a Comment