Aku terlahir dari keluarga petani yang telah lama tinggal dan
menetap di desa. Banyak hal yang membuatku bersyukur dilahirkan di kampung
halaman yang selalu menawarkan ketenangan. Setiap hari mendengar nyanyian alam
yang riang, tanpa menyadari bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja.
Di masa kecil dulu, teringat kicau burung-burung subuh dan kokok
ayam saling berebut membangunkanku dan orang-orang yang masih terlelap. Ketika
jendela terbuka, tubuh akan disapa dengan udara dingin dan airnya yang sejuk.
Saat pintu terbuka, deretan pohon berjajar rapi, daun-daunnya bergoyang
mengikuti embusan angin.
Menjelang siang, berbagai macam hewan akan berkeliling dengan
bebasnya; tupai meloncat dari dahan satu ke dahan lain, ada burung puyuh tanpa
pemilik yang bebas berlarian ke sana kemari di pekarangan, terkadang saling
berkejaran dengan ayam, bebek, atau pun Burung Dara. Desa di kampung halamanku
selalu memberikan ketenangan yang tak bisa tergantikan.
TAHUN 2021, PINDAH KE KOTA, BANYAK HAL YANG HARUS DIAKRABI
Selepas menikah, tepat di usia ke 25 tahun, aku menempati sebuah
rumah di kota. Walaupun waktu tempuh antara kampung halaman dan rumah di kota sekitar
15 menit, karena masih berada dalam satu wilayah yaitu Blitar, perbedaannya
hanyalah kota dan kabupaten. Namun, banyak hal yang awalnya membuatku sulit
beradaptasi.
Hal pertama yang harus diakrabi adalah kebisingan kendaraan. Rumah
yang kutempati memang tepat berada di tepi jalan raya. Setiap pagi tak pernah
sepi dari rutinitas orang-orang bekerja, anak-anak sekolah, hingga truk dan
mobil yang meminta ruang untuk melaju kencang.
Menjelang siang hingga sore masih sama, rutinitas pulang dari
sekolah atau kerja, hingga di malam hari giliran motor knalpot brong
yang menjalankan aksinya di tengah malam. Terlebih jika ada polusi dari setiap
kendaraan yang berebut melintas, aku akan sibuk mengelus dada mencoba untuk
bersabar.
Ketika kebisingan mulai membuat pikiranku sesak, aku selalu meminta
izin untuk pulang kampung. Sejenak menenangkan diri, menjauh dari keramaian.
Bahkan bagi kami yang bekerja di dunia kreatif, pulang kampung menjadi salah
satu sarana healing terbaik untuk refresh otak. Suami pernah mengatakan di suatu hari saat
kami tengah menikmati udara desa dan irama jangkrik yang berebut suara dengan
tonggeret.
Katanya, “suatu hari nanti aku ingin beli rumah di desa, tenang dan
nggak berisik. Aku ingin punya rumah yang menawarkan keheningan seperti di
desa, tapi tetap bisa produktif dengan segala usaha dan bisnis di kota,” saat
itu aku hanya ikut mengaminkan saja doa-doa yang baik.
KEBIASAAN MEMBAKAR SAMPAH
Awal tinggal di kota, aku berpikir bahwa persoalan sampah masih
sama seperti halnya saat tinggal di desa. Sampah yang bertumpuk dapat diatasi
dengan membakarnya di kebun belakang, namun lambat laun aku was-was, lantaran
kepulan asap tebal yang dimainkan angin berembus kencang hingga ke jalan raya,
bahkan mendekati rumah-rumah tetangga.
Kebiasaan ini jauh berbeda saat aku tinggal di desa, karena setiap
rumah selalu memiliki lahan khusus yang telah menjadi galian lubang besar,
gunanya untuk menampung sampah, dan lagi letak antar rumah berjauhan menjadikan
sampah di desa tak menjadi persoalan genting. Jika sudah menumpuk, tinggal
membakarnya saja.
Beruntungnya selepas kekhawatiran dari membakar sampah sebelumnya,
ada tetangga baik hati yang menawarkan diri untuk nego dengan jasa pengangkut
sampah yang akan diangkut ke TPU. Lalu bagaimana dengan nasib sampah di desa?
Masihkah berakhir di galian lubang besar
lalu dibakar? Bagaimana dengan nasib bumi yang selimut polusinya semakin
menebal? Bagaimana dengan selimut polusi membuat bumi semakin panas dan
menyebabkan perubahan iklim.
PENYEBAB DAN AWAL MULA BAKAR SAMPAH DI DESA MASIH MERAJALELA
Di pedesaan, membuang sampah di galian lubang besar lalu
membakarnya mungkin telah menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan. Awalnya aku
juga menganggapnya hal biasa, dan tak pernah menyadari bahwa membakar sampah menjadi
salah satu cara menyumbang selimut polusi dan bisa menyebabkan perubahan iklim.
Hingga suatu hari terjadilah percakapan antara aku dan suami, awal
di mana aku menyadari bahwa kebiasan membakar sampah menjadi permasalahan bumi
semakin memburuk.
“Orang desa pasti berpikir bahwa semua polusi yang terjadi saat ini berasal dari kota, baik dari asap kendaraan bermotor, ataupun dari asap pabrik. Tapi, sebenarnya desa juga turut menyumbang asap polusi udara melalui pembakaran sampah yang sudah dianggap kebiasaan,”
“Bukankah memang membakar sampah sudah diturunkan oleh orang-orang sejak dulu, cara efektif untuk mengatasi tumpukan sampah di desa?” tanyaku saat itu dengan polosnya.
“Kalau jumlah penduduknya masih seperti zaman nenek moyang, tak menjadi persoalan. Tapi, kalau jumlah penduduknya sudah melebih batas seperti saat ini, terutama di Indonesia, bagaimana?” kamu bertanya padaku yang kujawab hanya dengan gelengan kepala.
Saat itu aku yang terlahir di desa baru menyadari dari nasehat
suami bahwa ritual membakar sampah memiliki dampak besar untuk menimbulkan
pencemaran udara terutama perubahan iklim. Terlebih jumlah penduduk di
Indonesia terus mengalami peningkatan tiap tahunnya, sekitar 276 jiwa, jika
sampah dibiarkan dibakar secara terus menerus setiap hari, bagaimana dengan
nasib bumi?
Sebenarnya ritual membakar sampah yang dilakukan masyarakat desa
memiliki penyebab yang sampai saat ini belum sepenuhnya terpecahkan. Penyebab
itu terus menerus menjadi hal yang sering diperdebatkan, diantaranya:
1. Tidak adanya TPU atau Tempat Pembuangan Umum
Berbeda dengan kota, hal yang kurasakan saat tinggal di desa adalah
tidak adanya tempat pembuangan umum atau TPU. Setiap rumah selalu memiliki
tempat pembuangan sampah sendiri di belakang rumah, berupa galian lubang besar.
Setiap sampah entah organik atau yang tidak terurai dengan bakteri (non organik)
akan menyatu dalam lubang tersebut.
Dan jika sampah sudah melebih batas hingga terlihat menggunung,
maka solusi yang paling sederhana untuk mengatasinya adalah dengan membakarnya.
Sampai saat ini belum ada edukasi mengenai pengelolaan sampah, mulai dari yang organik
bisa dijadikan pupuk, atau anorganik dapat didaur ulang kembali. Namun, kabar
baiknya, di desaku sudah ada bank sampah yang menampung barang bekas tak
terpakai, lalu bagaimana dengan sampah plastik?
2. Akses jalan sulit.
Beberapa desa tak selalu memiliki jalan atau akses yang mudah,
terlebih jika jauh dari area keramaian. Jadi, dengan adanya akses jalan sulit
membuat segala transportasi baik itu bak sampah yang biasanya berkeliling untuk
menampung sampah jadi penyebab kedua yang harus diatasi permasalahannya.
3. Kebiasaan Turun Menurun yang Sulit Dihilangkan
Ritual membakar sampah bagi orang desa adalah suatu kewajaran yang
tak perlu diubah. Kewajaran yang telah menjadi kebiasaan turun menurun sejak
dulu, sehingga saat diberikan edukasi tentang bahaya yang akan terjadi dengan
bumi seringkali selalu ditepis. Bahkan aku yang orang desa mungkin akan
mengatakan, ‘wajar e wong ndeso’.
Namun, lambat laun alam akan meminta pertanggung jawaban berupa bencana alam seperti banjir atau tanah longsor. Aku berpikir bahwa orang-orang desa yang sebagian besar memiliki tingkat pendidikan rendah akan menjawab bahwa sudah takdirnya, “Yo ancen wis wayah e”.
Itulah beberapa penyebab dari ritual membakar sampah di desa yang
belum menemukan solusi tepat. Oleh karena itu, #MudaMudiBumi selaku #TeamUpForImpact
harus berusaha mencoba memberikan edukasi secara bertahap mengenai bahayanya
membakar sampah yang dimulai dari keluarga inti, dan orang-orang sekitar.
JENIS POLUSI PENYEBAB PERUBAHAN IKLIM
Menjalani kehidupan di dua tempat yang berbeda membuatku berpikir
apa saja polusi yang disumbangkan oleh kota dan desa. Polusi sendiri memiliki
arti sebuah kondisi saat senyawa kimia, energi, atau polutan masuk ke sebuah lingkungan,
sehingga dapat merusak dan mengancam kehidupan makhluk hidup.
Akhir-akhir ini, aku juga mulai merasakan ada sesuatu yang aneh
dengan siklus musim dan iklim tak menentu, bukan hanya saat sedang di kota,
tapi saat pulang kampung. Curah hujan yang tinggi terkadang membuatku
bertanya-tanya, apakah bumi sedang tak baik-baik saja.
Desa saat ini mulai ikut terkena imbasnya, mulai dari suhu bumi
yang semakin panas, musim kemarau dan hujan tak bisa lagi diprediksi waktunya,
hingga curah hujan yang tinggi jadi penyebab beberapa desa
di Kabupaten Blitar, tepatnya di daerah Sutojayan menjadi banjir.
Dan berikut ini berbagai polusi yang menjadi penyebab perubahan
iklim menjadi tak menentu yang telah dilansir dari berbagai sumber:
1.
Polusi
udara
Udara merupakan unsur terpenting dalam kehidupan. Semua makhluk
hidup bergantung pada udara setiap detiknya, tak bisa dibayangkan jika di dunia
ini tidak ada udara, maka tak akan ada kehidupan. Lalu, bagaimana jika udara
yang memiliki peranan penting bagi semua makhluk hidup tercemar? Tak lagi
bersih dan menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan?
Sumber utama kualitas udara menjadi kotor adalah manusia, dan
dampaknya akan kembali lagi ke manusia. Dilansir dari laman DLH Provinsin
Banten, polusi udara merupakan salah satu kerusakan lingkungan, berupa
penurunan kualitas udara karena masuknya unsur-unsur berbahaya berupa karbon
monoksida (CO), Nitrogen dioksida (No2), chlorofluorocarbon (CFC), sulfur
dioksida (So2), Hidrokarbon (HC), Benda Partikulat, Timah (Pb), dan Carbon
Diaoksida (CO2).ke dalam udara atau atmosfer bumi.
Sedangkan penyebab pencemaran udara memiliki dua faktor, yaitu dari
faktor alam seperti gunung berapi. Namun hal itu tidak sebanding dengan
penyebab atau faktor kedua dari manusia. Masih dilansir dari sumber yang sama,
menurut penelitian, seluruh gunung api di dunia mengeluarkan hanya 0,13 hingga
0,44 miliar ton CO2 per tahunnya. Jumlah ini ternyata tidak sebanding dengan
emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh manusia melalui asap pabrik dan
kendaraan bermotor yang menyumbangkan emisi karbon hingga 2 miliar pertahun.
Berikut ini beberapa penyebab polusi udara yang ditimbulkan oleh
faktor manusia:
- - Kendaraan
bermotor menjadi penyebab utama dan penyumbang terbesar dari polusi udara, meskipun beberapa orang, lembaga, ataupun aktivis lingkungan menggalakkan untuk memakai kendaraan umum, namun pemakaian kendaraan pribadi
masih sering jadi primadona dalam menunjang kegiatan sehari-hari.
Seperti halnya di Kota Blitar, transportasi umum yang dulu sering mangkal di pasar utama, kini keberadaannya sudah jarang terlihat. Padahal, angkutan atau kol tersebut jadi sarana kendaraan umum yang paling efektif dan dibutuhkan masyarakat untuk beraktivitas di sekeliling kota Blitar.
- - Aksi
Bakar Sampah Rumah Tangga
Membakar sampah rumah tangga seperti halnya plastik menjadi penyebab polusi udara yang jarang disadari, terutama bagi masyarakat desa masih sering melakukan ritual bakar sampah untuk mengatasi tumpukan sampah yang menggunung.
2.
Polusi
tanah
Polusi tanah yang terjadi dapat disebabkan dari sampah anorganik
yang sulit didaur ulang oleh alam. Hal ini bisa terjadi
ketika tumpukan sampah yang terlalu banyak tidak lekas didaur ulang, misalnya
sampah plastik, styrefoam, dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal itulah menjadi penyebab polusi tanah.
3.
Polusi
suara
Polusi suara menjadi hal yang paling meresahkan di kehidupanku saat
ini, terutama ketika tinggal di kota, polusi suara muncul dari knalpot
kendaraan yang berisik, sehingga menimbulkan kebisingan yang menganggu
aktivitas.
Selain tiga hal polusi yang kurasakan, ada dua polusi lain yang
juga menjadi pencemaran di bumi ini diantaranya polusi cahaya yang terjadi
karena penggunaan cahaya luar ruangan yang berlebihan. Polusi cahaya dapat
berpengaruh terhadap lingkungan, siklus kehidupan satwa, pemborosan energi,
hingga astronomi.
Dan polusi air yang terjadi karena masuknya makhluk hidup, zat,
energi atau komponen lain ke dalam air sehingga kualitas air jadi tidak baik.
Polusi air dapat disebabkan dari sampah organik seperti sisa-sisa makanan,
bahan kimia seperti deterjen, batu baterai limbah indsutri, perumahan,
penggunaan pestisida secara berlebihan.
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAGI MANUSIA
Jika polusi terus-menerus tidak disadari oleh banyak
orang, akan ada beberapa dampak yang akan terjadi. Salah satunya perubahan
iklim yang mampu mengubah suhu dan pola cuaca. Menurut sumber dari laman Perserikatan
Bangsa-Bangsa menyebutkan bahwa aktivitas manusia sejak tahun 1800-an hingga sekarang telah
menjadi penyebab utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan
bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
Pembakaran bahan bakar fosil yang terus menerus akan menghasilkan
emisi gas rumah kaca yang pada akhirnya bekerja seolah seperti selimut yang
melilit bumi, sehingga menghasilkan panas matahari dan suhu bumi menjadi naik.
Emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh beberapa hal, diantaranya
karbon dioksida dan metana yang berasal dari penggunaan bensin dari kendaraan,
pembukaan lahan dan hutan, hingga tidak bijak dalam pengelolaan sampah dengan
membakarnya.
Sebagian besar masyarakat telah merasakan perubahan iklim yang
terjadi, bahkan saat ini dunia sedang mengalamii pemanasan tercepat dalam
sejarah yang memberikan beberapa dampak di beberapa sektor. Dampak perubahan iklim tersebut diantaranya:
1. Sektor Lingkungan
Dampak perubahan iklim yang terjadi pada
sektor lingkungan adalah telah terjadi fenomena es di kutub bumi mencair
lantaran pemanasan global yang menyebabkan permukaan air naik, selain itu
akibat dari peningkatan temperatur suhu bumi yang mengubah sistem iklim
berpengaruh terhadap kualitas dan
kuantitas air, habitat hutan, hingga ekosistem di wilayah laut.
2. Sektor Pertanian
Dalam sektor pertanian, terjadinya gagal
panen disebabkan dari perubahan musim tak menentu, terlebih lagi cuaca
ekstrem seringkali terjadi seperti halnya musim kemarau yang berkepanjangan menyebabkan
kekeringan di beberapa wilayah serta intensitas curah hujan yang tinggi jadi penyebab pola tanam mengalami
kegagalan.
3. Sektor Perikanan
Perubahan iklim juga berdampak pada
sektor perikanan yang bermula dari cuaca ekstrem mengubah arus laut dan menyebabkan pengasaman laut sehingga hasil tangkapan ikan menurun.
4. Sektor Kesehatan
Perubahan iklim tidak hanya berdampak dari
sektor lingkungan saja, tetapi juga mempengaruhi sektor kesehatan makhluk hidup
terutama manusia. Akibat dari perubahan cuaca yang ekstrim, meningkatnya suhu
bumi, dan pergeseran musim yang tak menentu dapat mempengaruhi kekebalan tubuh manusia sehingga
mudah terserang penyakit, selain itu juga timbul beberapa penyakit seperti sesak napas karena
kualitas udara kotor, alergi, DBD karena lingkungan kotor dan lain-lain.
KENAPA HUTAN BISA JADI SOLUSI ATASI POLUSI DAN PERUBAHAN IKLIM?
Keberadaan
hutan di Indonesia memiliki pengaruh yang besar dalam mengatasi perubahan
iklim, karena satu pohon mampu menghasilkan oksigen yang dibutuhkan makhluk
hidup. Oleh karena itu betapa pentingnya menjaga kelestarian hutan, selain
menjadi sumber penghasilan oksigen utama, hutan juga menjadii rumah dari
berbagai keanekaragamaan hayati.
Hutan juga berpengaruh terhadap iklim atau
cuaca, karena memiliki sumber daya alam yang melimpah sehingga sangat
berperan penting dalam kehidupan makhluk hidup, terutama perubahan iklim dan
cuaca. Dalam hal ini, keberadaan hutan dengan berbagai jenis pohon juga sangat
mempengaruhi terhadap kualitas udara bersih.
Lalu apa yang terjadi jika
hutan tidak dijaga bahkan dilestarikan keberadaannya? Dilansir dari buku
Mengenal Hutan (2019), berikut ini beberapa dampak yang akan terjadi:
1. Keanekaragaman hayati lambat
laun akan semakin langka.
2. Bencana alam akan mulai
berdatangan seperti banjir, longsor, erosi, kekeringan, dan lain-lain.
Seperti halnya baru-baru ini
telah terjadi berbagai macam bencana baik banjir maupun tanah longsor yang
terjadi di beberapa wilayah. Salah satunya di Kabupaten Blitar. Hutan telah
berubah fungsi menjadi lahan tebu, yang menyebabkan saat curah hujan tinggi
beberapa minggu lalu beberapa wilayah seperti Sutojayan mengalami banjir.
Padahal hutan sebenarnya
memiliki fungsi mencegah bencana itu terjadi, dengan akar pohon yang mengikat
dan menyerap air hujan yang turun. Jika pohon-pohon tak lagi tumbuh dengan
suburnya, dan digantikan dengan tebu karena meningkatnya permintaan gula saat
ini, yang tersisa adalah bencana banjir akan berdatangan.
3.Darurat udara
bersih. Hutan memiliki peran sebagai paru-paru bumi atau penghasil
oksigen, jika keberadaannya terancam, yang tertinggal hanyalah udara kotor
dari polusi udara kendaraan, asap pabrik, dan lain-lain. Padahal fungsi hutan sebenarnya mencegah pencemaran udara.
INI CARAKU MENGATASI PERUBAHAN IKLIM
Dalam mengatasi perubahan iklim yang
terjadi, sebaiknya harus dimulai sejak dini dan dari diri sendiri, selanjutnya energi positif itu akan berkolaborasi dengan orang-orang sekitar
terutama keluarga. Inilah caraku mengatasi perubahan iklim di keluarga.
1. Bijak Mengelola Sampah
Sebagai #MudaMudiBumi, aku mulai belajar lebih bijak mengelola sampah, seperti membuang sampah
pada tempatnya, memisahkan sampah organik dan anorganik. Selain itu aku juga mencari
referensi cara mengolah sampah organik untuk dijadikan pupuk tanaman. Serta
berpikir kreatif untuk mengkreasikan beberapa sampah anorganik yang dapat
didaur ulang.
Meskipun tak mudah, tapi bagiku semua
butuh proses yang membutuhkan waktu panjang, seperti halnya untuk tidak lagi
membakar sampah yang bisa berakibat pada perubahan iklim.
2. Mengurangi Penggunaan Kantong Plastik
Cara mengatasi perubahan iklim yang kedua ialah mengurangi penggunaan kantong plastik dengan membawa tas kain sendiri. Kesadaran untuk ikut serta mengurangi penggunaan kantong plastik ini bermula sejak pertama kali ikut serta menulis di blog tentang betapa pentingnya menjaga kelestarian bumi ini untuk atasi perubahan iklim.
3. Menanam Tumbuhan di Sekeliling Rumah
Tumbuhan memiliki sumber oksigen yang dibutuhkan tubuh, mulailah menanam apa saja di sekeliling rumah. Entah
bunga, tanaman toga, atau buah, dan pohon, setidaknya dengan menanam tumbuhan di sekeliling rumah menambah jumlah pasokan oksigen meski hanya untuk diri
sendiri dan keluarga.
KEBIJAKAN UNTUK ATASI PERUBAHAN IKLIM
Setiap orang memiliki peranan penting untuk turut serta
berkontribusi bersama mengatasi selimut polusi yang menyebabkan perubahan
iklim. Jika memiliki kesempatan membuat kebijakan lingkungan, inilah beberapa rencana
untuk mengurangi selimut polusi di negeri ini:
1. Kebijakan Mengelola Sampah
Kebijakan ini dapat dimulai dari mengadakan
sosialisasi hingga tingkat terendah seperti RT RW dalam mengelola sampah,
dimulai dari pengetahuan dasar tentang memilah sampah organik, dan anorganik.
Selanjutnya edukasi tentang pengelolaan
sampah organik dapat dijadikan pupuk alami yang dapat membantu menekan angka gas
metana, selain
itu daur ulang penggunaan sampah anorganik dapat dibuat dengan berbagai
karya sehingga bisa membantu perekonomian masyarakat.
2. Memberikan Kenyamanan, Keamanan dan Keselamatan Kendaraan Umum
Dengan memberikan kenyamanan pada kendaraan umum, akan menekan kendaraan pribadi untuk tidak dipakai jika tidak dalam keadaan darurat.
3. Adanya TPU tiap desa
Tempat Pembuangan Umum wajib ada di
setiap desa, hal ini dilakukan untuk menekan angka pembakaran sampah yang
sering terjadi di desa. Sehingga setidaknya dapat mengatasi perubahan iklim dari
meminimalisi pembakaran sampah.
HARAPAN UNTUK BUMIKU
Setiap orang dari kita dapat membantu mengurangi selimut polusi yang dapat menyebabkan perubahan iklim dengan berbagai cara, namun yang perlu diutamakan peranan itu dimulai dari diri sendiri.
Sebagai #MudaMudiBumi yang pernah tinggal di desa, mari bijak dalam segala kondisi untuk menyelamatkan bumi dan anak cucu di masa depan. Memulai dari diri sendiri, dari hal-hal sederhana yang mungkin tak disadari turut serta membantu menjaga bumi dari perubahan iklim, seperti halnya bijak dalam pengelolaan sampah untuk tidak lagi membakarnya.
Menjadi bagian dari #TeamUpForImpact di lingkungan desa untuk ikut serta melindungi dan menyelamatkan bumi. Dimulai dari menyadari peranan kita dalam sehari-hari untuk lebih hemat energi.
Semoga hal-hal sederhana yang dilakukan secara serentak dengan kesadaran yang penuh, mampu memberikan dampak yang baik #UntukmuBumiku demi mengurangi #SelimutPolusi yang menyebabkan perubahan iklim jadi tak menentu.
“Jadilah Muda Mudi Bumi yang bijak dalam menyelamatkan bumi dari selimut polusi. Jadilah team up for impact untukmu bumiku, untuk bumi kita semua.”***
Blitar, 2022
Sumber:
1.
https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/Artikel_Pencemaran_Udara.pdf
2.
https://indonesia.un.org/id/172909-apa-itu-perubahan-iklim


.jpeg)
.png)



Posting Komentar